Minggu, 11 Januari 2015

Kebudayaan Jawa TEGAL

Mitos dan Kekerabatan dalam Masyarakat Guci dan sekitarnya
Dalam Obyek Wisata Guci di kaki Gunung Slamet
PENDAHULUAN
Guci yang secara geografis masuk ke wilayah Kabupaten Tegal ini merupakan daerah subur yang berudara dingin. Suasana pegununungan sudah tampak ketika kita memasuki daerah kabupaten Tegal. Guci ini tepatnya berlokasi di Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Sebelum memasuki obyek wisata pemandian air panas Guci itu akan kita lewati daerah subur dengan pemandangan sawah, perkebunan sayur dan bawang merah akan mendominasi sepanjang kanan dan kiri jalan yang kita lalui.
Rasa tak sabar ingin merasakan air yang konon berkhasiat di Guci terhibur dengan pemandangan indah dan udara sejuk itu. Jalan raya menuju Guci sejuk dan tidak terlalu ramai membangkitkan suasasa pedesaan nan damai. Sekitar lima kilometer lagi menuju lokasi, tampak vila-vila atau pemondokan yang berjejer disewakan untuk menampung para pelancong yang ingin bermalam.
Tegal tidak hanya dikenal dengan Gucinya, teh pocinya tidak boleh dilupakan untuk dicicipi. Rasanya kurang afdol jika sudah sampai di Tegal tidak menghirup tehnya yang kental dan manis. Pocinya yang terbuat dari tanah liat menambah kenikmatan tersendiri. Menurut mitos yang telah beredar selama ratusan tahun, air panas Guci adalah air yang diberikan Walisongo kepada orang yang mereka utus untuk menyiarkan agama Islam ke Jawa Tengah bagian barat di sekitar Tegal. Karena air itu ditempatkan di sebuah guci (poci), dan berkhasiat mendatangkan berkat, masyarakat menyebut lokasi pemberian air itu dengan nama Guci.
Dalam hal ini yang berwisata disana juga dapat menikmati elok dan keindahan gunung slamet dan bisa bermain di area outbond di guci serta disana juga memanjakan diri dengan berenang di pemandian air hangat dengan biaya gratis, hanya menmbayar waktu digerbang awal, setelah mandi para wisata bisa keliling area wisata bermain di guci dengan menggunakan kuda, disana kuda disewakan, dengna di pandu oleh guide nya. Para penjualpun tak mau kalah dengan pengunjung, disana penjualnya banyak, jadi para pengunjung bisa memilih makanan khas daerah setempat dan makanan yang ingin di santapnya, disanana juga ana tempat yang mengasikan yaitu di wana wisata guci disana yang suka dengan permainan yang menantang adrenealinku serta yang suka hiking ke gunung disana disediakan alat penyewaan pendakian untuk ke gunung slamet serta ada guide ketika yang mendaki baru pemula dan pertama kali mendaki gunung.
Deskripsi Kasus
Dalam hal ini peneliti mau meneliti tentang Mitos dan kerabatan yang ada di Guci, dengan tujuan peneliti dapat mengetahui Mitos dan Kekerabatan pada masyarakat guci dan sekitarnya. Mitos yang ada pada wisata guci yaitu tentang sumber air panasnya dan khasiat air panas tersebut. Di guci sumber air panas tersebut konon stelah saya teliti dari warga katanya konon air panas tersebut dari wali yang sedang menyiarkan ajaran agama islam ke wilayah guci dan sekitarnya dan uniknya lagi kenapa diberikan nama guci yaitu karena dalam penyiaranya wali tersebut dalam beristirahat beliau menggunakan pici atau guci untuk menaruh teh buatanya yang sudah matang ke dalam poci/ guci tersebut, hal itu membuat warga menjadikan fenomena tersebut menjadi nama dari tempat wisata tersebut, walaupun aslinya guci tersebut namanya dulunya desa pekandangan yang sekarang menadi GUCI.
Disana juga saya meneliti tentang Mitos Air hangatnya yang konon kalau mandi di air tersebut dapat menyembuhkan penyakit kulit dan menghilangkan rasa lelah pada tubuh seseorang, tidak seperti pemandian-pemandian yang lainya di sini di pemandian guci airnya tidak berbau belerang sama sekali, berbeda dengan tempat pemandian yang lainya, contoh saja limut, kendal, dilereng gungung ungaran disana juga bisa untuk mengobati tapi bedanya disana airnya berbau belerang yang menyengat, seangkan di guci airnya hangat dan tidak berbau, jadi para pengunjung yang mempunyai alergi terhadap bau belerang yang menyengat bisa mengunjungi guci untuk tempat berwisatanya.
Disini pola kekerabatanya juga masih kentl dengan budaya pegunungan, jadi disini walaupun orangnya jauh tetap antar satu sadma lain saling kenal walaupun sekarang banyak anak-anak yang belum dikenal karena sudah mengikuti perkembangan zaman. Disini kekerabatanya sangat akrab ketika ada seseorang yang belum dikenal di masyarakat tersebut baik orang situ maupun orang dari luar mereka sangat akrab dan suasana pegununganya masih kental. Dan para pedaganya juga ramah-ramah kepada pengunjung sehingga pengunjung dapat menawar harganya apabila terlalu mahal dan penjualnya pun tidak marah ketika ada orang yang menawarnya. Disini wiata guci buka 24 jam dengan izin dari petugas dan kalau mengadakan acara tersebut juga harus izin dan dilarang mengambil atau merusak dan meninggalkan apapun di lingkungan kecuali meninggalkan jejak, itu semboyan pecinta alam yang ada di guci, nah ini membuktikan bahwa disana kelestarianya masih terjaga dan saling bekerja sama pada masyarakat setempat.
LANDASAN KONSEPTUAL
Saya menggunakan landasan penelitian yang diterangkan dalam proses pelajaran di kampus yaitu tentang Mitos dan Kekerabatan.
Analisis Kasus
Dalam analisis ini saya sebagai peneiti menganalisis hasil penelitian yang saya teliti pada waktu hari tenang kemarin pada tanggal 26-28 Juni 2013 di Guci, saya menganilis disana bahwasanya disana juga masih memeagang kuat adat yang mereka percayai dari nenek moyang, walaupun mereka beragama mayoritas islam namun mereka masih memegang adat yang kuat, disana juga masih banyak tempat-tempat yang sakral yang bisa ditemui oleh semua orang, dan biasanya tempat tersebut dikunjungi oleh umat hindu dan buddha mereka sering membawa sesajen kesitu dan sering melakukan ritual ibadahnya seperti meletakan dupa atau sejenisnya, dupa itu sejenis barang yang diletakan oleh orang hindu untuk ritual ibadahnya dan dupa tersebut berbentuk seperti sapu lidi yang berwarna merah dan ketika sudah diletakan dupa tersebut dibakar, dan umat hindu tersebut memuja dan memohon doa kepada tuhan yang dipercayainya.
Disana juga banyak orang yang berwisata yang setelah saya ajak berbicar mereka yang sedang mandi di air hangat tersebut ternyata tujuanya sama dengan orang yang kebanyakan datang kesitu, ada yang ingin melepaskan kelelahanya dengan berendam air hangat di guci dan ada juga yang ingin menyembukan penyakit seperti panu, kadas, kurap dan penyakit kulit yang lainyam walaupun demikian para pengunjungtidak jijij kepada sesama orang yang keana mereka juga sangat akrab dan baik walaupun baru dikenal, karena mayoritas yang mandi disitu adalah orang desa yang sedang mengobati penyakitnya, jadi budaya desanya masih kental. Sedangkan masyrakat kota yang kaya jarang yang mandi di tempat umum mereka lebih suka mandi di tempat pemandian khusus yang menyediakan fasilitas-fasilitas yang mewah tetapi juga mereka rela membayarnya. Disana juga ada orang yang kesana untuk berwisata mengajak semua keluargany untuk jalan-jalan di area guci terebut.
Pola kekerabatan disana juga masih gotong royong, mereka punya agenda permingguan untuk bekerja bakti di area guci dan tempat warga bermukim, walaupun sudah ada petugas pembersihan disana tetap masih warga berbondong-bondong membersihkan tempat tersebut, mereka juga tidak mengharapkan imbalan sepeserpun dari pihak pengelola guci karena mereka merasa bertanggung jawab mempunyai tempat itu, biasanya dari pihak pengelola juga memberikan makanan dan minuman untuk sama-sama dinikmati ketika beristirahatm dan para pekerja baktipun menerimanya, hal ini juga menambah keakraban antara warga dan pengeleola guci tersebut.
PENUTUP
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwasanya masyarakat disana masih memegang kental adat dan istiadatnya dan walaupun sudah ada perkembangan zaman yang semakin maju di GUCI tapi disana masih suasana pegununganya masih kental sekali dan sikap yang tidak egosi ramah setiap ada pengunjung masih terjaga dan mereka juga masih mengadakan kerja bakti seminggu sekali, serta mitos yang ada disana mengenai air panas guci juga masih menjadi catatan berejarah bagi masyarakat sana yang masih membudayakan dan mengenang masalah mitos dan kebudayaan itu mereka masih melestarikan kebudayaan setempat seperti berdih area guci, sedekh bumi dan rirtual sakral keagamaan bagi masyarakat Hindu/ Budha.
DAFTAR PUSTAKA
Murdock, G.P. Social Structure, New York, Macmillan
Clifon, J.A. 1968. Cultural Antropologi : Aspirations and approaches, introduction to cultural antropologi, J.A, Clifton editor boston, Hougton Mifflin Company.

2 komentar: