TUGAS AKHIR SEMESTER
MAKALAH
PENGANTAR ILMU BUDAYA
Di buat oleh:
M.AJI HARTANTO
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini berjudul “TRADISI ADAT
40 HARI ” Makalah ini berisikan tentang
pemanfaatan database secara umum dan khusus.
Dalam penyusunan makalah ini,
penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan mendidik
untuk perbaikan selanjutnya.Walaupun demikian penulis tetap berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.Terima kasih.
Semarang, Desember2013
Penulis
(M.AJI HARTANTO)
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1.5 Metode
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Asal usul adat 40 hari
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tata cara adat 40 hari setelah orang
meninggal
3.2 Upacara
pelaksanaan adat 40 hari orang meninggal
3.3 Pendapat
beberapa aliran/golongan agama islam
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dizaman sekarang ini masih erat adanya suatu adat
yang kental dalam masyarakat terutama di jawa tengah atau di Indonesia
ini.suatu teradisi ada beberapa factor
terutama sejarah suatu teradisi itu ada dan perkembangan zaman di suatu
teradisi tersebut yang masih erat dan tata cara diadakanya suatu teradisi
tersebut.adanya pergolakan zaman pasti suatu tradisi akan pudar da nada
perubahan suatu tatacara adat tersebut dan juga perubahan sejarah cerita
tersebut nah disini ada beberapa poin tentang sejarah lahirnya adat 40 hari
setelah orang meninggal.dan adanya suatu keterkaitan suatu kepercayaan dan agama pasti ada
masalah.
1.2Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini,
ialah sebagai berikut:
·
Apa sejarah dari adat
tersebut?
·
Bagaimana tata cara
pelaksanaan adat tersebut?
·
Bagaimana adat tersebut
tidak bermasalah di masyarakat sekitar?
·
Dan apa pandangan para
ulama muslim?
·
Mengapa bisa diadakan
adanya adat tersebut?
1.3Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai ialah :
Melakukan penelitian disetiap daerah
agar mengetahui beberapa kebiasaan disuatu daerah tersebut. Disini
saya memaparkan adanya suatu adat yang ada dalam daerah saya untuk di jadikan
suatu referensi suatu makalah dan dapat.Dikembangkan
suatu kebiasaan masyarakat di indonesia .
1.4 Manfaat
Fungsi
kemanfaatan dari makalah ini ialah :
Kita
dapat mengenal adanya suatu sejarah adat suatu tradisi yang ada dalam
masyarakat Indonesia terutama jawa tengah itu sendiri,dan suatu adat dapat kita
ketahui asal usul suatu sejarah adat tersebut.
1.5 Metode
Dalam penyusunan makalah ini, penulis
menggunakan metode kajian pustaka, yaitu dengan mempelajari dan mengumpulkan
data dan informasi baik dari buku maupun dari internet.
BAB II
40 Hari Setelah Orang
Meninggal
Suwandi – Selasa, 11 Rabiul Akhir
1430 H / 7 April 2009 11:58 WIB
Pak Ustad , bagaimana keadaan orang yang meninggal dunia sampai
40 hari? ada yang bilang arwahnya mash di sekitar rumah kita ada yang bilang
tidak? atau keduanya salah? bagaimana yang benar?
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Suwandi yang dirahmati Allah swt
Kematian yang merupakan perpisahan antara ruh dari jasadnya
pasti akan menemui setiap makhluk-Nya yang berjiwa. Tidak seorang pun mampu
menghindar atau lari darinya walau hanya sekedar meminta untuk ditunda sesaat
saja.
Kematian merupakan perpindahan dari alam dunia menuju alam
akherat, sebagaimana diriwayatkan bahwa Utsman bin Affan apabila berdiri
dihadapan sebuah kuburan maka ia pun menangis hingga membasahi jenggotnya. Dia
ditanya,”Apabila engkau diingatkan tentang surga dan neraka engkau tidak
menangis akan tetapi engkau menangis karena (kuburan) ini.” Dia pun
menjawab,’Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda,’Sesungguhnya kuburan adalah
tempat pertama dari tempat-tempat akherat. Apabila dia selamat darinya maka
keadaan setelahnya akan lebih mudah baginya. Dan apabila dia tidak selamat
darinya maka keadaan setelahnya akan lebih berat darinya.” (HR. Tirmidzi)
Didalam hadits lainyang diriwayatkan dari al Barro bin ‘Azib
bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Berlindunglah kalian kepada Allah dari
adzab kubur—beliau menyebutkan 2 atau 3 kali—kemudian berkata,’Sesungguhnya
seorang hamba yang beriman apabila akan berakhir (hidupnya) di dunia dan akan
mengawali akheratnya maka turunlah para malaikat dari langit dengan berwajah
putih seperti matahari dengan membawa kain kafan dan wewangian dari surga dan
mereka duduk disisinya sejauh mata memandang.
Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk disebelah kepalanya
dengan mengatakan,”Wahai jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan dari Allah
dan keredhoan-Nya.’ Beliau saw bersabda,’Maka keluarlah ruhnya seperti tetesan
air dari bibir orang yang sedang minum maka dia (malaikat maut) pun
mengambilnya. Dan tatkala dia mengambilnya maka para malaikat (yang lain)
tidaklah membiarkannya berada ditangannya walau hanya sesaat sehingga mereka
mengambilnya dan menaruhnya diatas kafan yang terdapat wewangian hingga keluar
darinya bau semerbak kesturi yang membuat wangi permukaan bumi.’ Beliau saw
berkata,’Mereka kemudian naik (ke langit) dengan membawa (ruh) orang itu dan
tidaklah mereka melewati para malaikat kecuali mereka bertanya,’Ruh yang baik
siapa ini?’ Mereka menjawab,’Fulan bin Fulan, dengan menyebutkan nama terbaik
yang dimilikinya di dunia’ sehingga mereka berhenti di langit dunia. Mereka pun
meminta agar dibukakan (pintu) baginya maka dibukalah (pintu itu) bagi mereka
dan mereka berpindahlah ke langit berikutnya sehingga sampai ke langit ketujuh
dan Allah mengatakan,’Tulislah kitab hamba-Ku ini di ‘illiyyin dan
kembalikanlah ke bumi, sesungghnya darinyalah Aku ciptakan mereka dan
kepadanyalah Aku mengembalikan mereka dan darinya pula Aku mengeluarkan mereka
sekali lagi.’
Beliau saw bersabda,’Dan ruh itu pun dikembalikan ke jasadnya.
Kemudian datanglah dua malaikat yang mendudukannya dan bertanya
kepadanya,’Siapa Tuhanmu?’ dia pun menjawab,’Tuhanku Allah.’Keduanya bertanya
lagi,’Apa agamamu?’ dia menjawab,’Agamaku Islam.’ Keduanya bertanya,’Siapa
lelaki yang diutus kepada kalian ini?’ dia menjawab,’Dia adalah Rasulullah
saw.’ Keduanya bertanya lagi,’Apa ilmumu?’ dia menjawab,’Aku membaca Al Qur’an,
Kitab Allah, aku mengimaninya dan membenarkannya.’
Terdengarlah suara yang memanggil dari langit,’Karena kebenaran
hamba-Ku maka hamparkanlah (suatu hamparan) dari surga, pakaikanlah dengan
pakaian dari surga, bukakanlah baginya sebuah pintu menuju surga.’ Beliau saw
bersabda,’maka terciumlah wanginya serta dilapangkan kuburnya sejauh mata
memandang.’ Beliau bersabda,’Datanglah seorang laki-laki berwajah tampan,
berbaju indah dengan baunya yang wangi mengatakan,’Bahagialah engkau di hari
yang engkau telah dijanjikan.’Orang (yang beriman) itu mengatakan,’Siapa
angkau?Wajahmu penuh dengan kebaikan’ dia menjawab,’Aku adalah amal shalehmu.’Orang
itu mengatakan,’Wahai Allah, segerakanlah kiamat sehingga aku kembali kepada
kularga dan hartaku.’
Beliau saw bersabda,’Sesungguhnya seorang hamba yang kafir
apabila akan berakhir (hidupnya) di dunia akan akan mengawali akheratnya maka
turunlah para malaikat dari langit yang berwajah hitam dengan membawa kain dan
merekapun duduk disisinya sejauh mata memandang kemudian datang malaikat maut
dan duduk disebelah kepalanya dengan mengatakan,’Wahai jiwa yang buruk,
keluarlah menuju amarah dan murka Allah.’
Beliau saw bersabda,’maka dipisahkanlah ruh dari jasadnya
seperti duri yang dicabut dari kain yang basah kemudian malaikat (maut) pun
mengambilnya dan tatkala malaikat maut mengambilnya maka mereka (malaikat lain)
tidaklah membiarkannya berada di tangannya walau sesaat sehingga meletakkannya
dikain itu dan dibawanya dengan bau bangkai busuk yang meyebar di permukaan
bumi. Mereka pun membawanya dan tidaklah mereka melintasi malaikat kecuali
mereka bertanya,’Ruh buruk milik siapa ini?’ mereka menjawa,’Fulan bin Fulan
dengan menyebutkan nama yang paling buruknya di dunia.’
Kemudian mereka sampai di langit dunia dan meminta untuk
dibukakan (pintu) baginya maka tidaklah dibukakan baginya kemudian Rasulullah
saw membaca firman-Nya,”Sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka
pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga hingga unta masuk ke flobang
jarum.” Kemudian Allah berkata,’Tulislah kitabnya di sijjin di bumi yang paling
rendah maka ruhnya dilemparkan dengan satu lemparan. Kemudian beliau saw membaca,”Dan
barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka dia seolah-olah jatuh
dari langit lalu disambar burung, atau diterbangkan ke tempat yang jauh.’
Ruhnya pun dikembalikan ke jasadnya dan datanglah dua malaikat
mendudukannya seraya bertanya,”Siapa Tuhanmu?’ maka dia menjawab,’a..a… aku
tidak tahu.’ Keduanya bertanya.’Apa agamamu?’ dia menjawab,’a…a…aku tidak
tahu.’Keduanya bertanya,’Siapa laki-laki yang diutus kepadamu ini?’ dia
menjawab,’a…a…aku tidak tahu.’Maka terdengar seruan dari langit.’Karena
pendustaan (nya) maka hamparkanlah (suatu hamparann) dari neraka dan bukakan
baginya suatu pintu munuju neraka dan terasalah panas serta angin panasnya bagi
orang itu dan dia pun dihimpit oleh kuburnya sehingga hancur tulang-tulangnya.
Datanglah seorang laki-laki yang berwajah buruk dengan pakaian
yang bau busuk dan mengatakan,”Bergembiralah kamu dihari yang buruk bagimu yang
telah dijanjikan ini.’Orang itu berkata,’Siapa kamu dengan wajahmu yang penuh
dengan kajahatan.’Dia menjawab,’Aku adalah amal burukmu.’Orang itu pun
berkata,’Wahai Allah janganlah engkau adakan kiamat.” (HR. Ahmad)
Didalam hadits tersebut dijelaskan bahwa setiap manusia yang
menemui kematian maka ruhnya akan diawa ke langit untuk kemudian dia mengetahui
di mana tempat nya kelak apakah di surga atau di neraka dan setelah itu dirinya
akan dikembalikan ke bumi untuk dipertemukan kembali dengan jasadnya di
kuburnya. Untuk kemudian mereka akan mengalami fitnah kubur berupa pertanyaan
yang berujung kepada nikmat atau adzab kubur di alam barzakh hingga hari
kiamat.
Jadi tidak ada nash yang menjelaskan bahwa ruh (arwah) seorang
yang meninggal masih berada di sekitar rumah hingga empat puluh hari akan
tetapi ruh itu akan kembali berada dijasadnya di alam barzakh untuk mendapatkan
nikmat atau siksa kubur hingga hari kiamat.
Wallahu A’lam
Upacara Adat terhadap Orang yang Meninggal
UPACARA
PELAKSANAAN, TIGA, TUJUH, EMPAT PULUH, …, SERIBU TERHADAP ORANG YANG TELAH
MENINGGAL DUNIA
Analisa
1. Menurut Aliran Kepercayaan dan Adat
Yang menjadi dasar dari
Upacara pelaksanaan tentang kematian dengan dilaksanakannya tiga, tujuh, empat
puluh sampai seribu adalah :
1. Tersebut dalam Ensiklopedia karangan Prof. DR. Paulus,
Cet. Balai Pustaka,yang menerangkan bahwa dalam faham agama ANIMISME, apabila
seseorang meninggal dunia maka arwahnya:
- Sampai dengan tiga hari
arwahnya masih berada dalam lingkungan rumah.
- Sampai dengan hari ke
tujuh arwahnya berada di lingkungan pekarangan rumahnya
- Sampai dengan hari ke
empat puluh arwahnya berada dilingkungan pekarangan untuk berusaha mencari
tempat bagi dirinya; Perlu diketahui bahwa faham animisme, orang yang
meninggal dunia arwahnya akan menepati tempat-tempat menurut pilihan yang
disukainya, mungkin dibatu-batu gunung, pohon besar, dipertemuan dua
sungai, di muara sungai dan sebagainya-
- Pada setiap satu tahun
arwah tersebut kembali ke rumah asalnya yang disebut pendak dan pindo
sampai dengan hari keseribu-;
- Hari keseribu arwah
tersebut pulang ke rumah yang maksudnya adalah dalam rangka pamitan
dikarenakan telah mendapatkan tempat yang menjadi tujuannya; dan hari
tersebut merupakan hari perpisahan terakhir dengan sanak keluarganya yang
ditinggalkannya. Arwah tersebut hanya akan datang ke rumahnya dengan
syarat dipanggil oleh DUKUN pemanggil roh.
Lantaran prilaku arwah yang
demikian maka para keluarga yang ditinggalkannya melakukan :
- Selama tiga hari
kematian mengadakan upacara sesajian dan jamuan ala kadarnya untuk makan
bersama keluarga, tetangga dan handai taulan;
- Pada hari ke tujuh
mengadakan upacara jamuan yang lebih besar dari upacara tiga hari;
- Pada hari ke empat
puluh demikian juga lebih besar lagi
- Pada hari pendak
(setahun) demikian pula dan lebih besar lagi;
- Pada hari pindo (tahun
kedua) demikian pula lebih besar lagi;
- Dan terakhir pada hari
keseribu dengan upacara-upacara yang lebih besar lagi dari yang
sudah-sudah sebagai upacara terakhir;
2. Tersebut
dalam buku “Ritual Social Change, A Javanes Example, American Anthropologiste”
oleh Geertz. Z. Terbitan 1975, hal 537. Dan juga tersebut dalam buku “The
Religions of Java; New York terbitan tahun 1964, bahwa dalam menghadapi
kematian diterangkan sebagai berikut :
- Disaat sakaratul maut
dibisikkan di telinganya kalimat “Aku Iki Urip”
- Setelah meninggal
dunia, maka keluarga dan tetangga terdekat menungguinya yang dinamakan
“Lek-lek-an”
- Dimandikan di atas
pangkuan famili kerabatnya;
- Dibawa ke makam dengan
dipayungi;
- Pelepasan ikatan pada
pocongan setelah dimasukan ke liang kubur;
- Diganjal dengan tujuh
batu (kepalan tanah)”
- Melaksanakan upacara
3,7,40,100, pendak, pindo, 1000;
- Di atas kubur dibangun
cungkupan (rumah-rumahan);
II. Menurut Aliran Tua Yang Di
sandarkan kepada Mazhab
Upacara tersebut juga
dilaksanakan oleh sebagian besar umat Islam yang mereka menyandarkan diri
kepada mazhab para ulama-ulama besar, kalaupun sebenarnya mereka belum pernah
mempelajari terhadap kitab-kitab mereka, tapi kebanyakan hanya bertaqlid buta.
Dalam upacara kematian
sebagaimana tersebut mereka melaksanakan juga tetapi hanya dalam berkumpulnya
saja (3,7,40,100, pendak, pindo, 1000), kemudian di dalamnya diisi dengan:
- Pembacaan surat Al
Fatihah;
- Pembacaan surat Yaa
Siin;
- Pembacaan Tahlilan;
- Pembacaan do’a
- Upacara sedakahan /
jamuan makan bersama;
Perbuatan di atas dimotivasi
oleh faham bahwa akan mendapat pahala kemudian dikirimkan kepada si mayit.
Di dalam buku “Fiqh Syafi’i”
yang dikarang Ustadz Idris Ahmad, dinyatakan bahwa;
- Makan dan minum di
tempat orang kematian adalah tidak apa-apa;
- Mengirim pahala itu
adalah bisa sampai;
- Menyediakan makan dan
minum untuk para tamu yang hadir adalah termasuk shadaqah;
Dengan demikian dapat
dimengerti bahwa pelaksanaan tersebut adalah merupakan sesuatu yang di-adatkan.
III. Menurut Aliran Ahli Sunnah
- Bahwa upacara
pelaksanaan tersebut pada nomor I dan II adalah jelas-jelas bersumber dari
ajaran animisme (kepercayaan serba ruh) dan tidak ada sama sekali
kaitannya dengan Allah Yang Maha Pencipta.
- Bahwa upacara
pelaksanaan yang tersebut adalah didasari oleh mythos (myth artinya
hikayat yaitu cerita-cerita zaman dahulu yang ada hubungannya dengan
kepercayaan orang-orang pada waktu itu).
- Bahwa upacara
pelaksanaan tersebut yang diisi dengan pembacaan-pembacaan; surat al
Fatihah, surat Yaasiin, Tahlilan dan do’a adalah bukan berdasarkan ajaran
Islam, dan sama sekali tidak berdasarkan al Quran dan al Hadits tetapi
sebenarnya hanya merupakan kebijaksanaan para ulama dalam rangka
memindahkan orang-orang dari faham animisme kepada faham Islam secara
bertahap (masa transisi); maka orang yang telah menerima Islam kemudian
melaksanakan seperti tersebut berarti taqlid dan telah melaksanakan
perbuatan mengada-ada dalam urusan Diinullah berarti bid’ah
hukumnya.
بدعة الأربعين عادة فرعونية
Soal:
Apa asal mulanya
peringatan empat puluh (hari kematian) itu, dan apakah ada dalil atas
disyari’atkannya mengenang (memperingati) mayit?
Jawab:
Pertama: Asal
mulanya, peringatan (empat puluh hari kematian) itu adalah adat Fir’aun, dahulu
terjadi di hadapan Fir’aun-fir’aun sebeum Islam, kemudian menyebar dari mereka
dan berjalan ke kalangan selain mereka. Dan peringatan (empat puluh hari
kematian) itu adalah bid’ah munkaroh (hal yang diada-adakan secara baru –dalam
agama– yang buruk), tidak ada asal mula baginya dalam Islam, (maka) ditolak
oleh hadits yang tetap (kuat riwayatnya) dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ
فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak
perintahkan, maka hal itu tertolak.” (HR
Muslim)
Kedua: Mengenang
(memperingati) mayit dan meratapinya dengan cara yang ada sekarang, berupa
kumpul-kumpul untuk itu, dan keterlaluan dalam menyanjungnya, itu tidak boleh.
Karena ada hadits yang diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah dan dishahihkan al-Hakim
dari hadits Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَنْهَى عَنْ الْمَرَاثِي
Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang al maratsi (meratapi
mayit). (Diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah dan dishahihkan al-Hakim dari hadits
Abdullah bin Abi Aufa)
Dan (tidak boleh pula)
tatkala dalam penyebutan sifat-sifat mayit berupa kebanggaan pada umumnya dan
memperbarui duka cita dan membangkitkan kesedihan.
Adapun sekadar memuji
mayit ketika menyebutnya, atau lewatnya jenazah, atau untuk mengenalkannya,
dengan menyebut perbuatan-perbuatannya yang besar dan semacam itu, yang
menyerupai ratapan sebagian sahabat karena kematian seseorang dan lainnya, maka
boleh. Karena ada hadits yang tetap (kuat riwayatnya) dari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu:
مَرُّوا
بِجَنَازَةٍ فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَبَتْ ثُمَّ مَرُّوا بِأُخْرَى فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا
شَرًّا فَقَالَ وَجَبَتْ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
مَا وَجَبَتْ قَالَ هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا فَوَجَبَتْ لَهُ
الْجَنَّةُ وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ
أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ
“Mereka
(para sahabat) pernah melewati satu jenazah lalu mereka menyanjungnya dengan
kebaikan. Maka Nabi Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “wajabat” (Pasti
baginya). Kemudian mereka melewati jenazah yang lain lalu mereka menyebutnya
dengan keburukan, maka Beliaupun bersabda: “Pasti baginya”. Maka kemudian ‘Umar
bin Al Khaththab radliallahu ‘anhu bertanya: “Apa yang dimaksud “wajabat”
(pasti baginya)?. Beliau menjawab: “Jenazah pertama kalian sanjung dengan
kebaikan, maka pasti baginya masuk surga sedang jenazah kedua kalian
menyebutnya dengan keburukan, berarti dia masuk neraka karena kalian adalah
saksi-saksi Allah di muka bumi”. (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi,
An-Nasaai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Baihaqi, dan al-Baghawi). (Al-Lajnah
Ad-Daaimah juz 11 halaman 165, fatwa nomor (2612)
Bid’ahnya Peringatan 40 Hari Kematian
Syaikh Abu Thariq
Al-Buwaihiyawi Abdullah Hashruf Al-Jazairy menjelaskan tentang bid’ahnya empat
puluhan (peringatan 40 hari kematian). Pada akhirnya beliau menjelaskan:
Bid’ah empat puluhan
(peringatan orang mati pada hari keempat puluh, Jawa :matang puluh, pen)
itu adalah adat
Fir’auniyah yaitu mayit baru dikubur setelah 40 hari dari pembalsemannya, dan tampak
bagi ahli-ahli pembalseman dari orang yang memiliki keahlian dan pengalaman,
mereka berpandangan bahwa jangka (40 hari) ini telah cukup untuk menyela-nyelai
bahan pembalseman ke jasad mummi, dan jauh dari pembusukan atau lembek setelah
dipendam. Mereka menyambut pelayat dua kali: pertama ketika wafatnya, dan yang
kedua setelah dipendamnya (dikuburkannya). Adat ini masih tersisa di Mesir
setelah memeluk agama Masehi berhalais.Dan (masih tersisa pula) di kalangan
orang-orang awam dari pengikut taqlid buta setelah masuknya Islam ke Mesir,
kemudian tersebarlah (sisa adat Fir’aun itu) ke seluruh dunia Islam.
Dan demikianlah kerancuan
kaum Muslimin terhadap pengadopsian bid’ah ini sehingga mereka memakaikan
“sorban” Islam padanya. (Abu Thariq Al-Buwaihiyawi al-Jazairi, بدعة الأربعين 09
shafar 1420H/ 25 Mei 1999, www.majles.alukah.net)
و بدعة الأربعين عادة فرعونية و هي أن الميت يدفن بعد
أربعين يوما من تحنيطه، و يبدو أن خبراء التحنيط ممن لهم خبرة و ممارسة قد رأوا أن
هذه المدة كافية في أن تتخلل مواد التحنيط في جسم المومياء، و تبعد عنه التعفن و
التحلل بعد دفنه، و يتقبلون العزاء مرتين: مرة عند الوفاة و مرة ثانية بعد الدفن،
و بقيت هذه العادة في مصر بعد اعتناق المسيحية الوثنية، و بين عوام الناس من أهل
التقليد الأعمى بعد دخول الإسلام مصر ثم انتشرت إلى العالم الإسلامي.
و هكذا تهافت المسلمون إلى تبني هذه البدعة حتى ألبسوها
“عمامة ” الإسلام.
09 صفر 1420 هـ
25 ماي 1999 مـ
أبو طارق البويحياوي الجزائري
http://www.merathdz.com/upload/aln3esa-1204328935.gif
http://www.merathdz.com/play.php?catsmktba=1540
(Dikutip dari buku Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah
Tede, Kuburan-Kuburan
Keramat di Nusantara, Pustaka
Al-Kautsar, Jakarta, 2011).
(nahimunkar.com)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan mengingati kepada
petunjuk firman Allah dalam Al Quran antara lain:
- Al Quran Surat An Najm
ayat 39 (Qs 53:39 ) bahwa manusia tidak akan mendapat apa-apa disisi Allah
terkecuali berdasarkan amal yang telah dikerjakan sendiri dikala hidup di
dunia.
- Al Quran Surat Fathir
ayat 18 (Qs.35: 18) bahwa seseorang tidak dapat menanggung dosa orang lain
biarpun sanak keluarganya sendiri.
- Al Quran Surat Ali
Imran ayat 91 (Qs. 3 : 91) bahwa orang yang mati kafir itu dosanya tidak
akan tertebus biarpun dengan emas murni sebesar atau seberat dunia
sekalipun dan tidak ada yang dapat menolong.
- Al Quran Surat Al
Jatsiyah ayat 18 (Qs. 45:18) bahwa Rasulullah diutus menepati dan menuntun
syari’at Allah bagi seluruh umatnya sampai akhir zaman.
Maka dapat diambil
kesimpulan bahwa : Pelaksanaan yang diterapkan oleh aliran kepercayaan/ adat
dan aliran tua yang disandarkan kepada madzhab adalah tidak benar menurut
Islam; karena terbukti bahwa pelaksanaan yang diterapkan mereka adalah bukan
berasalkan dari ajaran Tauhid (Qs. 39:3) tetapi bersumber dari kepercayaan Animisme.
B.
Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah
wawasan pembaca tentang lingkungan pendidikan,sehingga dapat bermanfaat dalam
membantu peserta didik dengan berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitar.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari segi metode maupun isi.Maka dari itu,penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun supaya lebih baik dalam penulisan makalah
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
: http://www.nahimunkar.com/peringatan-empat-puluh-hari-kematian-adalah-dari-adat-firaun/#sthash.WYQPPwZC.dpuf 08-12-2013
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/40-hari-setelah-orang-meninggal.htm#.UqTsj8G0pXg
minggu 08-12-2013 13:03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar