- MANTEN JAWA
PROSESI
PERNIKAHAN ADAT JAWA DALAM AGAMA ISLAM
Catatan:
Ratih Sammantha
Nontoni
Bagian pertama dari rangkaian prosesi pernikahan adalah Nontoni. Proses nontoni ini dilakukan oleh pihak keluarga pria. Tujuan dari nontoni adalah untuk mengetahui status gadis yang akan dijodohkan dengan anaknya, apakah masih legan (sendiri) atau telah memiliki pilihan sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar jangan sampai terjadi benturan dengan pihak lain yang juga menghendaki si gadis menjadi menantunya. Bila dalam nontoni terdapat kecocokan dan juga mendapat ‘lampu hijau’ dari pihak gadis, tahap berikutnya akan dilaksanakan panembung.
Bagian pertama dari rangkaian prosesi pernikahan adalah Nontoni. Proses nontoni ini dilakukan oleh pihak keluarga pria. Tujuan dari nontoni adalah untuk mengetahui status gadis yang akan dijodohkan dengan anaknya, apakah masih legan (sendiri) atau telah memiliki pilihan sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar jangan sampai terjadi benturan dengan pihak lain yang juga menghendaki si gadis menjadi menantunya. Bila dalam nontoni terdapat kecocokan dan juga mendapat ‘lampu hijau’ dari pihak gadis, tahap berikutnya akan dilaksanakan panembung.
Panembung
Panembung dapat diartikan sebagai melamar. Dalam melamar seorang gadis yang akan dijadikan jodoh, biasanya dilakukan sendiri oleh pihak pria disertai keluarga seperlunya. Tetapi bagian ini bisa juga diwakilkan kepada sesepuh atau orang yang dipercaya disertai beberapa orang teman sebagai saksi. Setelah pihak pria menyampaikan maksud kedatangannya, orangtua gadis tidak langsung menjawab boleh atau tidak putrinya diperistri. Untuk menjaga tata trapsila, jawaban yang disampaikan kepada keluarga laki-laki akan ditanyakan dahulu kepada sang putrid. Untuk itu pihak pria dimohon bersabar. Jawaban ini tentu saja dimaksudkan agat tidak mendahului kehendak yang akan menjalankan, yaitu sang gadis, juga agar taj menurunkan wibawa pihak keluarganya. Biasanya mereka akan meminta waktu untuk memberikan jawaban sekitar sepasar atau 5 hari.
Panembung dapat diartikan sebagai melamar. Dalam melamar seorang gadis yang akan dijadikan jodoh, biasanya dilakukan sendiri oleh pihak pria disertai keluarga seperlunya. Tetapi bagian ini bisa juga diwakilkan kepada sesepuh atau orang yang dipercaya disertai beberapa orang teman sebagai saksi. Setelah pihak pria menyampaikan maksud kedatangannya, orangtua gadis tidak langsung menjawab boleh atau tidak putrinya diperistri. Untuk menjaga tata trapsila, jawaban yang disampaikan kepada keluarga laki-laki akan ditanyakan dahulu kepada sang putrid. Untuk itu pihak pria dimohon bersabar. Jawaban ini tentu saja dimaksudkan agat tidak mendahului kehendak yang akan menjalankan, yaitu sang gadis, juga agar taj menurunkan wibawa pihak keluarganya. Biasanya mereka akan meminta waktu untuk memberikan jawaban sekitar sepasar atau 5 hari.
Paningset
Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan pria yang melamarnya, maka jawaban akan disampaikan kepada pihak keluarga pria, sekaligus memberikan perkiraan mengenai proses selanjutnya. Hal ini dimaksudkan agar kedua keluarga bisa menentukan hari baik untuk mewujudkan rencana pernikahan. Pada saat itu, orangtua pihak pria akan membuat ikatan pembicaraan lamaran dengan pasrah paningset (sarana pengikat perjodohan). Paningset diserahkan oleh pihak calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin wanita paling lambat lima hari sebelum pernikahan. Namun belakangan, dengan alasan kepraktisan, acara srah-srahan paningset sering digabungkan bersamaan dengan upacara midodareni.
Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan pria yang melamarnya, maka jawaban akan disampaikan kepada pihak keluarga pria, sekaligus memberikan perkiraan mengenai proses selanjutnya. Hal ini dimaksudkan agar kedua keluarga bisa menentukan hari baik untuk mewujudkan rencana pernikahan. Pada saat itu, orangtua pihak pria akan membuat ikatan pembicaraan lamaran dengan pasrah paningset (sarana pengikat perjodohan). Paningset diserahkan oleh pihak calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin wanita paling lambat lima hari sebelum pernikahan. Namun belakangan, dengan alasan kepraktisan, acara srah-srahan paningset sering digabungkan bersamaan dengan upacara midodareni.
Ubarampe (perlengkapan) paningset
yang diserahkan orang tua pihak pria keluarga perempuan berupa:
* Paningset utama
* Abon – abon paningset
* Pengiring paningset
* Sesaji Pelengkap paningset
* Abon – abon paningset
* Pengiring paningset
* Sesaji Pelengkap paningset
Paningset
utama
1) KAIN BATHIK TRUNTUM
1) KAIN BATHIK TRUNTUM
Berupa latar hitam dengan tebaran
bunga-bunga tanjung yang melambangkan bintang pada malam hari. Maknanya bahwa
kehidupan manusia tidak akan lepas dari dua sisi kehidupan, seperti
terang-gelap, suka-duka, kaya-miskin, dan seterusnya. Apabila sedan mendapat
pepeteng (cobaan), kiranya segera mendapat pepadhang, bagai bintang dimalam
hari.
2) CINCIN
Cincin dua buah berbentuk ‘lus
seser’ yang tidak ada ujung pangkalnya. Diibaratkan cinta kasih kedua insan ini
akan selalu mengikat tiada berakhir selamanya, selain hanya dalam kuasa Tuhan.
3) KASEMEKAN (BRA)
Kasemakan adalah penutup dada.
Ubarampe (perangkat) ini menunjukkan makna sebagai penutup ‘teleng tedhane
jabang bayi’. Yang artinya payudara. Inilah symbol perilaku kesusilaan,
maksudnya jalan yang akan ditempuh dalam menjodohkan anak adalah dengan tata susila.
4) STAGEN
Stagen adalah kain tenunan selebar 12 cm dan panjangnya 4 hingga 4,5 m dari benang lawe besar, untuk mengikat saat mengenakan kain bathik. Makna stagen sebagai paningset dalam tradisi adalah mengikat kesepakatan yang telah dicapai dalam menjodohkan anak. Stagen mempunyai arti paningset yang juga diambil maknanya sebagai ‘bebakalaning sandhang’ (wujud benang lawe) atau cikal bahan sandang yang diharapkan dalam perkawinannya nanti semoga kuat dalam ‘nandhang saliring lelampahan’ )kuat dalam menjalani segala kondisi dalam berumah tangga).
Stagen adalah kain tenunan selebar 12 cm dan panjangnya 4 hingga 4,5 m dari benang lawe besar, untuk mengikat saat mengenakan kain bathik. Makna stagen sebagai paningset dalam tradisi adalah mengikat kesepakatan yang telah dicapai dalam menjodohkan anak. Stagen mempunyai arti paningset yang juga diambil maknanya sebagai ‘bebakalaning sandhang’ (wujud benang lawe) atau cikal bahan sandang yang diharapkan dalam perkawinannya nanti semoga kuat dalam ‘nandhang saliring lelampahan’ )kuat dalam menjalani segala kondisi dalam berumah tangga).
5) KAIN SINDUR
Kain sindur adalah sejenis kain
‘rimong’ atau selendang yang berwarna merah dan putih. Warna merah melambangkan
wanita dan putih melambangkan pria yang diharapkan bisa mneytau melanjutkan
keturunan.
Abon –
abon paningset
1) JERUK GULUNG ATAU JERUK BALI
1) JERUK GULUNG ATAU JERUK BALI
Merupakan perlambang dalam
berbesanan dan juga bagi pengantin. Maksudnya adalah mereka sudah siap
mejalankan kewajiban sesuai dengan kedudukannya dan sudah dipikirkan secara
mendalam.
2) NASI GOLONG
Nasi yang dibentuk menjadi bulatan.
Yang diperlukan adalah sebanyak dua buah. Nasi golong menggambarkan tekad yang
sudah ‘golong-gilik’ dalam menjodohkan anak dengan penuh rasa tanggung jawab.
3) TEBU WULUNG
Tebu wulung adalah tebu yang
berwarna merah tua. Tebu itu
melambangkan sumber rasa manis. Hal
ini menjadi harapan cita-cita bahwa di dalam kehidupan berkeluarga nanti akan
selalu mendapatkan kehidupan yang serba manis.
4) PISANG AYU DAN SURUH AYU
Ubarampe ini berupa pisang raja
setangkep. Pisang raja dipilih karena raja adalah seorang yang berkedudukan
tinggi dan luhur. Harapan nya, pasangan ini kelak bisa mencapai kedudukan yang
tinggi. Sedangkan makna suruh ayu adalah kelak kerukunan dan kebersamaan akan
selalu ada dalam mengarungi kehidupan berkeluarga. Hal ini tercermin dari sifat
daun suruh, yang meski permukaan atas dan bawahnya berbeda namun jika digigit
rasanaya akan sama.
Pangiring
paningset
Pengiring ini merupakan kelengkapan sari ubarampe yang baku. Bentuk dari pangiring paningset ini adalah hasil bumi maupun barang kebutuhan wanita.
Pengiring ini merupakan kelengkapan sari ubarampe yang baku. Bentuk dari pangiring paningset ini adalah hasil bumi maupun barang kebutuhan wanita.
Sesaji pelengkap paningset
1) Sepasang angsa atau ayam hidup,
agar jodoh kedua mempelai abadi.
2) Dua buah kelapa gading atau
kelapa cengkir (muda), sebagai perlambang ketajaman pikiran.
3) Dua batang tebu wulung, sebagai
simbol keteguhan hati.
4) Bahan-bahan jamu, misalnya :
jahe. Kunyit, kencur, empon-empon, sebagai simbol kesehatan bagi kedua
mempelai.
PELAKSANAAN PERKAWINAN
Pelaksanaan pernikahan di Solo
mempunyai tatanan yang memuat pokok-pokok tradisi Jawa sebagai berikut :
1. SOWAN LUHUR
Maksudnya adalah meminta doa restu
dari para sesepuh dan piyagung serta melakukan ziarah kubur ke tempat
leluhurnya.
2. WILUJENGAN
Merupakan ritual sebagai wujud
permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya dalam melaksanakan hajat diberi
keselamatan dan dijauhkan dari segala halangan. Dalam wilujengan ini memakai
sarat berupa makanan dengan lauk-pauk, seperti ‘sekul wuduk’ dan ‘sekul golong’
beserta ingkung (ayam utuh). Dalam wilujengan ini semua sarat ubarampe enak
dimakan oleh manusia.
3. PASANG TARUB
Merupakan tradisi membuat
‘bleketepe’ atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh resepsi
manton. Tatacara ini mengambil ‘wewarah’ atau ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu
leluhur raja-raja Mataram. Saat mempunyai hajat menikahkan anaknya Dewi
Nawangsih dengan Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng membuat peneduh dari anyaman
daun kelapa. Hal itu dilakukan dkarena rumah Ki Ageng uang kecil tidak dapat
memuat semua tamu, sehingga tamu yang diluar diteduhi dengan ‘payon’ itu ruang
yang dipergunakan untuk para tamu Agung yang luas dan dapat menampung seluruh
tamu. Kemudian payon dari daun kelapa itu disebut ‘tarub’, berasal dari nama
orang yang pertama membuatnya. Tatacara memasang tarub adalah bapak naik tangga
sedangkan ibu memegangi tangga sambil membantu memberikan ‘bleketepe’ (anyaman
daun kelapa). Tatacara ini menjadi perlambang gotong royong kedua orang tua
yang menjadi pengayom keluarga.
4. PASANG TUWUHAN
Tuwuhan mengandung arti suatu
harapan kepada anak yang dijodohkan dapat memperoleh keturunan, untuk
melangsungkan sejarah keluarga.
Tuwuhan terdiri dari :
A. Pohon pisang raja yang buahnya
sudah masuk
Maksud dipilih pisang yang sudah
masak adalah diharapkan pasangan yang akan menikah telah mempunyai pemikiran
dewasa atau telah masak. Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan agar
pasangan yang akan dinikahkan kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan
kehormatan seperti raja.
B. Tebu wulung
Tebu wulung berwarna merah tua
sebagai gambaran tuk-ing memanis atau sumber manis. Hal ini melambangkan
kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna wulung bagi orang Jawa berarti sepuh
atau tua. Setelah memasuki jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai
mempunyai jiwa sepuh yang selalu bertindak dengan ‘kewicaksanaan’ atau
kebijakan.
C. Cengkir gadhing
Merupakan symbol dari kandungan
tempat si jabang bayi atau lambing keturunan.
D. Daun randu dari pari sewuli
Randu melambangkan sandang,
sedangkan pari melambangkan pangan. Sehinggahal itu bermakna agar kedua
mempelai selalu tercukupi sandang dan pangannya.
E. Godhong apa-apa (bermacam-macam
dedaunan)
Seperti daun beringin yang
melambangkan pengayoman, rumput alang-alang dengan harapan agar terbebas dari
segala halangan.
5. SIRAMAN DAN SADE DAWET (DODOL
DAWET)
Peralatan yang dipaka untuk siraman
adalah sekar manca warna yang dimasukkan ke dalam jembangan, kelapa yang
dibelah untuk gayung mandi, serta jajan pasar, dan tumpeng robyong. Air yang
dipergunakan dalam siraman ini diambil dari tujuh sumber air, atau air
tempuran. Orang yang menyiram berjumlah 9 orang sesepuh termasuk ayah. Jumlah
sembilan tersebut menurut budaya Keraton Surakarta untuk mengenang keluhuran
Wali Sanga, yang bermakna manunggalnya Jawa dan Islam. Selain itu angka
sembilan juga bermakna ‘babakan hawa sanga’ yang harus dikendalikan.
Pelaksanaan tradisi ini
Masing-masing sesepuh melaksanakan
siraman sebanyak tiga kali dengan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa
yang diakhiri siraman oleh ayah mempelai wanita. Setelah itu bapak mempelai
wanita memecah klenthing atau kendhi, sambil berucap ‘ora mecah kendhi nanging
mecah pamore anakku’.
Seusaii siraman calon pengantin
wanita dibopong (digendong) oleh ayah ibu menuju kamar pengantin. Selanjutnya
sang Ayah menggunting tigas rikmo (sebagian rambut di tengkuk) calon pengantin
wanita. Potongan rambut tersebut diberikan kepada sang ibu untuk disimpan ke
dalam cepuk (tempat perhiasan), lalu ditanam di halaman rumah. Upacara ini
bermakna membuang hal-hal kotor dari calon pengantin wanita. Kemudian rambut
calon pengantin wanita. Kemudian rambut calon pengantin wanita dikeringkan
sambil diharumi asap ratus, untuk selanjutnya ‘dihalubi-halubi’ atau dibuat
cengkorong paes. Selanjutnya rambut dirias dengan ukel konde tanpa perhiasan,
dan tanpa bunga.
Dodol Dawet
Pada saat calon pengantin dibuat
cengkorong paes itu, kedua orangtua menjalankan tatacara ‘dodol dawet’ (menjual
dawet). Disamping dawet itu sebagai hidangan, juga diambil makna dari cendol
yang berbentuk bundar merupakan lambing kebulatan kehendak orangtua untuk menjodohkan
anak.
Bagi orang yang akan membeli dawet
tersebut harus membayar dengan ‘kreweng’ (pecahan genting) bukan dengan uang.
Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Yang melayani
pembeli adalah ibu, sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini
mengajarkan kepada anak mereka yang akan menikah tentang bagaimana mencari
nafkah sebagai suami istri , harus saling membantu.
6. SENGKERAN
Setelah calon pengantin wanita
‘dihaluh-halubi’ atau dibuat cengkorong paes lalu ‘disengker’ atau dipingit.
Artinya tidak boleh keluar dari halaman rumah.
Hal ini untuk menjaga
keselamatannya. Pemingitan ini dulu dilakukan selama seminggu, atau minimal 3
hari. Yang mana dalam masa ini, calon pengantin putri setiap malam dilulur dan
mendapat banyak petuah mengenai bagaimana menjadi seorang istri dan ibu dalam
menjalani kehidupan dan mendampingi suami, serta mengatur rumah tangga.
7. MIDODARENI ATAU MAJEMUKAN
Malam menjelang dilaksanakan ijab
dan panggih disebur malam midodareni. Midodareni berasal dari kata widodari.
Masyarakat Jawa tradisional percaya bahwa pada malam tersebut, para bidadari
dari kayangan akan turun ke bumi dan bertandang ke kediaman calon pengantin
wanita, untuk menyempurnakan dan mepercantik pengantin wanita.
Prosesi yang dilaksanakan pada malam
midodareni
A. Jonggolan
Datangnya calon pengantin ke tempat
calon mertua. ‘Njonggol’ diartikan sebagai menampakkan diri. Tujuannya untuk
menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan sehat dan selamat, dan hatinya telah
mantap untuk menikahi putri mereka. Selama berada di rumah calon pengantin
wanita, calon pengantin pria menunggu di beranda dan hanya disuguhi air putih.
B. Tantingan
Kedua orangtua mendatangi calon
pengantin wanita di dalam kamar, menanyakan kemantapan hatinya untuk berumah
tangga. Maka calon pengantin wanita akan menyatakan ia ikhlas menyerahkan
sepenuhnya kepada orangtua, tetapi mengajukan permintaan kepada sang ayah untuk
mencarikan ‘kembar mayang’ sebagai isyarat perkawinan.
C. Turunnya Kembar Mayang
Turunnya kembar mayang merupakan
saat sepasang kembar mayang dibuat. Kembar mayang ini milik para dewa yang
menjadi persyaratan, yaitu sebagai sarana calon pengantin perempuan berumah
tangga. Dalam kepercayaan Jawa, kembar mayang hanya dipinjam dari dewa,
sehingga apabila sudah selesai dikembalikan lagi ke bumi atau dilabuh melalui
air. Dua kembar mayang tersebut dinamakan Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru
mempunyai arti wahyu pengayoman. Maknanya adalah agar pengantin pria dapat
memberikan pengayoman lahir dan batin kepada keluarganya. Sedangkan Kalpandaru,
berasal dari kata kalpa yang artinya langgeng dan daru yang berarti wahyu.
Maksudnya adalah wahyu kelanggengan, yaitu agar kehidupan rumah tangga dapat
abadi selamanya.
D. Wilujengan Majemukan
Wilujengan Majemukan adalah silahturahmi
antara keluarga calon pengantin pria dan wanita yang bermakna kerelaan kedua
pihak untuk saling berbesanan. Selanjutnya ibu calon pengantin wanita
menyerahkan angsul-angsul atau oleh-oleh berupa makanan untuk dibawa pulang
kepada ibu calon pengantin pria. Sesaat sebelum rombongan pulang, orang tua
calon pengantin wanita memberikan kepada calon pengantin pria.
8. IJAB PANIKAH
Pelaksanaan ijab panikah ini mengacu
pada agama yang dianut oleh pengantin. Dalam tata cara Keraton, saat ijab
panikah dilaksanakan oleh penghulu, tempat duduk penghulu maupun mempelai
diatur sebagai berikut :
· Pengantin laki-laki menghadap
barat
· Naib di sebelah barat menghadap
timur
· Wali menghadap ke selatan, dan
para saksi bisa menyesuaikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar